Kamis, 19 Agustus 2010

Gajah Mada dan Hayam Wuruk

Patung Gajah Mada yang dikenal umum adalah berwajah keras dan tambun namun sebenarnya wajah dari patung itu adalah wajah dari raja Majapahit saat itu yaitu Hayam Wuruk. Perhatikan baik-baik wajah patung tersebut dan resapi nama Hayam Wuruk, maka kita akan menemukan hubungan nama dengan wajah tersebut. Wajah keras bagaikan ayam jagoan yang kalau berkukuruyuk akan membuat lawan-lawannya lari lintang pukang. Wajah tersebut cocok dengan milik Prabu Hayam Wuruk raja besar Majapahit. Tubuh besar dan cenderung tambun  adalah sesuai karena dia seorang raja besar dijaman ke-emasan Majapahit.

Kalau anda membaca cerita Prabu Hayam Wuruk karangan LKH misalnya, anda membayangkan wajah seorang pemuda yang tampan, maka anda salah besar. Prabu Hayam Wuruk memiliki wajah yang keras seperti tergambar dalam wajah yang ada dipatung (yang dikenal dengan patung Gajah Mada) dan temperamennya juga tinggi, namun beliau sangat jujur dan kurang pandai berpolitik.

Beliau memiliki putra yang perawakannya sama yaitu yang sering digambarkan sebagai Raja yang jahat padahal sebenarnya seorang baik dan Satria yang linuwih yang dikenal dengan nama poyokan Menak Jingga.

Gajah Mada adalah seorang Satria sejati yang pandai, sakti dan berpandangan jauh ke depan melampaui jamannya, memiliki perawakan dan wajah seperti Bung Karno ketika membacakan Pidato Indonesia Menggugat hanya hidungnnya lebih lancip mirip dengan milik Drs. RMP Sosrokartono. Beliau tidak pernah gemuk sampai dengan muksanya.

Gajah Mada memilih jadi Patih daripada menjadi Raja,  walaupun apabila dia mau semudah membalik telapak tangan untuk menjadi Raja Majapahit. Mengapa?? Karena dengan menjadi Patih dia lebih leluasa dan fleksibel untuk mewujudkan tujuan dan cita-citanya yang jauh ke depan. Beliau dapat pergi ke negara-negara lain menyampaikan pandangan-pandangannya atau hal-hal lainnya tanpa protokoler dan kalaupun terbunuh dia seorang Patih bukan Raja, jadi tidak mengganggu Kerajaan. Di negara-negara lain Gajah Mada selalu meng-edifikasi Rajanya, dia selalu mengatakan Rajanya adalah orang yang paling hebat dia ngga ada apa-apanya dibanding Rajanya. Bayangkan Patihnya saja sudah hebat dan sakti begini apalagi Rajanya.

Lihat saja ketika Gajah Mada mendudukan Tri Buana Tungga Dewi sebagai Raja Majapahit, seorang wanita yang tidak mengerti pemerintahan, namun berhasil karena kehebatan Gajah Mada. Gajah Mada mempersiapkan Hayam Wuruk sebagai suksesi kerajaan maupun sebagai pengganti dirinya. Dapat dikatakan Hayam Wuruk murid Gajah Mada.  

Cita-cita Gajah Mada adalah bukan untuk diri pribadinya tetapi cita-cita untuk umat manusia sebagaimana diungkapkan dalam Sumpah Amukti Palapa. Beliau adalah seorang pertapa tetapi bukan tapa di tempat sunyi di hutan, melainkan tapa rame. Tidak ada yang tahu kalau Gajah Mada sedang bertapa karena beliau menjalankan tugas seperti biasanya. Tidak jarang beliau ada di beberapa tempat diwaktu yang sama. Empu Prapanca seorang Empu dan ahli kitab yang linuwih merasa sebagai debu ketika berhadapan dengan Sang Patih. Gajah Mada adalah bukan ahli kitab, beliau tidak pernah belajar dari kitab tetapi belajar dari lingkungan dan alam semesta dan terutama beliau berguru atau menjadi murid dirinya pribadi.

Tragedi Bubat

Putri Dyah Pitaloka yang cantik jelita ketika bertemu dan bercakap-cakap dengan Gajah Mada yang sudah berumur langsung terpikat dan jatuh hati. Hal ini yang merepotkan Gajah Mada karena Rajanya berniat mempersunting putri ini untuk menjadi Permaisuri. Beberapa kali Gajah Mada ketika berada di Siam memecah dirinya dan menemui Sang Dyah Pitaloka di kaputren untuk memberinya pengertian namun sang putri semakin jatuh hati dan selalu ingin bertemu dengan sang Patih. Dyah Pitaloka tidak membayangkan punya suami sesangar Hayam Wuruk.

Desas-desus Dyah Pitaloka menaruh hati kepada Gajah Mada sampai ke Hayam Wuruk betapa geram dan marahnya Hayam Wuruk kepada Gajah Mada.

Waktupun berlangsung dan belahan jiwa Gajah Mada terus menemui Sang Putri  tanpa ada yang mengetahui, memberi pengertian untuk menerima pinangan Hayam Wuruk, sampai suatu waktu akhirnya Sang Putri berkenan menerima pinangan Hayam Wuruk asal Gajah Mada masih mau menemuinya dan mengajarkan berbagai macam ilmu. Gajah Mada menyanggupinya.

Ketika rombongan Putri dan keluarga kerajaan Galuh berada dalam kapal menuju Maja Pahit, Gajah Mada masih menemui Sang Dyah Pitaloka beberapa saat terus menghilang ; ada abdi Majapahit yang cukup linuwih dan kurang suka kepada Gajah Mada mengetahui pertemuan tersebut, segera setelah kapal sampai pelabuhan langsung melaporkannya kepada Hayam Wuruk.

Hayam Wuruk menerima laporan tersebut dengan marah campur cemburu, dia mengira Gajah Mada telah menikahi  Sang Putri di Galuh dan sekarang hendak ngunduh mantu, makanya lamarannya kok belum dijawab-jawab, jangan-jangan lamarannya tidak sampai. Kemarahan Hayam Wuruk yang berlebihan di hadapan para abdinya,  diterjemahkan oleh para abdinya untuk menyerbu rombongan tersebut.

Sehingga terjadilah peristiwa Bubat.

Gajah Mada yang berada di perairan Jawa dekat Galuh bersama Aditya Warman tidak dapat berbuat apa-apa melawan takdir. Ketika perkemahan di Bubat diserang, Gajah Mada dengan ilmunya menemui Hayam Wuruk dan Gajah Enggon, namun terlambat.

Raja Galuh mengira ini semua pokal Gajah Mada (yang defacto memiliki kekuatan militer) untuk mengambil putrinya dan makar kepada Rajanya. Raja Galuh menghendaki putrinya menjadi permaisuri Raja bukan istri Patih dan Raja Galuh sadar Gajah Mada mengetahui keinginannya, sehingga ia mengira Gajah Mada marah dan memerintahkan anak buahnya untuk menyerbu.

Sang Putri Dyah Pitaloka yang selalu dibayangi kengerian menjadi istri Hayam Wuruk, merasa bingung melihat kekacauan ini. Melihat keluarganya tumpes dan Gajah Mada tak kunjung datang menolongnya, dia pun memilih mati menghadapi kekacauan ini.

Semua pihak menyalahkan Gajah Mada, sang Dyah Pitaloka pun sebenarnya mengharapkan Gajah Mada tegas dalam urusan cinta ini, seharusnya Gajah Mada melamar Dyah Pitaloka untuk dirinya dan menikah di Galuh ddengan dirinya, siapa yang kuasa menolak atau melarangnya. Tidak ayahandanya maupun Sri Prabu Hayam Wuruk. Dan karena cintanku yang terlalu dalam kepadanya aku telah terlanjur bersumpah disaksikan Ibu Pertiwi : “ …..sim kuring sing pati lamun henteu sareng kakang patih, ….sim kuring bade nungguan kakang Mada di panto kahyangan……. kajeun jadi pare dina sawah abdi seja….. ”

Gajah Mada menerima segala sesuatunya dengan hati yang bersih, dia tetap tenang dan memerlukan waktu seminggu dia masuk peraduannya untuk menyempurnakan arwah Dyah Pitaloka yang sebenarnya adalah istri sejatinya.

Gajah Mada ragu terhadap sasmitanya, dia heran ….. dikehidupan sebelumnya waktu menjadi istrinya Dyah Pitaloka berperawakan lemu, bibir tebal, hidung agak pesek, pintar masak, pintar ngurus keluarga; dan sekarang sedemikian cantiknya.

Demikianlah sekilas gambaran Gajah Mada yang sebenarnya.  

17 komentar:

  1. salam..baru tahu versi bubat seperti ini...

    BalasHapus
  2. ternyata sejarah Perang Bubat sampai dengan sekarang belum menemukan titik yg sebenarnya! (MISTERIUS)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya Kakang Prabu, mudah-mudahan wawasan Kakang Prabu tentang Perang Bubat tidak tambah misterius hahaha.

      Salam Sejahtera

      Hapus
  3. jangan dibesar2kan lah perang bubad, tidak ada bukti otentiknya. tapi kok aneh ya versi perang bubadnya?

    BalasHapus
  4. ini cerita baru atau baru cerita, yg pernah saya baca.komentar saya luar biasa. wallahu alam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dua - dua nya Mas/Mbak

      Salam Sejahtera - Namaste

      Hapus
  5. segala sesuatu yg berkaitan dng majapahit dan mahapatih gajahmada selalu menarik buat saya. saya ga tahu kok bs bgt.

    BalasHapus
  6. Balasan
    1. Salam damai mas,

      Kalau nggak salah panjenengan yang dituduh membunuh Gusti Prabu Jayanegara, terus panjenengan (sasadara manjer kawuryan) dibunuh oleh Ki Patih Gajah Mada. He he he peace - Namaste

      Hapus
  7. Salam Lurah Semar,

    Sekarang Gajah Mada ada dimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walau lambat salam sejahtera.
      Memang agak misterius kemana Gajah Mada, ada yg mengatakan muksa. Ada pula yang mengatakan manunggal sama Bung Karno, Terakhir akunya orang tersebut yaitu SBY katanya manunggal sama dia. Yang lebih kurang ajar katanya beliau sekarang jualan mie.
      Tapi yang saya yakin Gajah Mada itu ganteng tidak seperti yang digambarkan oleh Moh Yamin.
      Terima kasih

      Hapus
  8. saya kira anda ngawur dalam menggambarkan gajahmada, anda gak punya bukti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mungkin saya ngawur, karena sangat subyektif. Bukti juga tidak ada, sebagaimana Moh Yamin tidak mempunyai bukti dalam menggambarkan Gajah Mada. Hanya patung2 topeng yg seperti wajah Moh Yamin, karena dia penggemar Gajah Mada maka disebut itulah wajah Gajah Mada. Atau dia berpegang pada tulisan Prapanca yang RASIS , sudah tentu banyak ngawurnya.
      Sedang saya mendapatkannya dari Ngening tentu saja lebih ngawur lagi ha ha ha
      Terima kasih Pakde

      Hapus
  9. kemana gajah mada setelah itu ki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh sayangnya Gajah Mada nggak pamitan sama Aki. Tapi Gajah Mada adalah pinter lahir dan bathin. Beliau ngudi ilmu berbarengan sama Jayanegara , keduanya sama linuwihnya. Sayang Prapanca menulis sejarah Jayanegara ngawur dan rasis. Jayanegara bukan pecundang seperti yang ditulis Prapanca. Ki Lurah mendapatkan bahan tulisan dari ngening, ketemu Gajah Mada sendiri, boleh percaya boleh juga tidak, karena bukti tidak ada, cuma keyakinan Ki Lurah saja. Sayangnya cuma sekali itu juga ketemu, Ki Lurah sudah ngening petenteng dan pake semua jenis hape, Ki Gajah Mada belum berkenan menemui Ki Lurah, mungkin beliau kecewa, Ki Lurah tidak tahu.
      Rahayu, rahayu, rahayu

      Hapus
  10. hhhhhhh..... ke Penataran yuuuuuukkkkk....

    BalasHapus

Ngening