Selasa, 25 Mei 2010

Jangan menjual Bangsa dan Negara

Medan, 12 Mei 1931
Surat kepada para Saudara Monosuko
di Dar-us-salam
BANDUNG

Assalam alaikum, para sahabat saudara-saudara semua. Keberangkatan saya dari Betawi jam 6 pagi, tanggal 9 Mei, sampai di Medan jam 4 petang, dengan restu para saudara selamat. Tuanku Sultan Langkat memerlukan menjemput sendiri dengan punggawa. Pada waktu ini Tengku Sultan berdiam di Medan. Tanggal 10 saya ikut T. Sultan ke kotanya, Tanjung Pura. Istananya ada dua buah kecuali pesanggrahannya yang lain. Permaisurinya, putra-putra dan saudara-saudaranya semua juga diperkenalkan kepada saya. Pagi berikutnya sudah ada dua orang minta tolong, kecuali para pembesar di sini. Petang hari tiu didalam waktu satu-setengah jam sudah didatangi lebih dari 100 orang, bumi putra, cina, suku bangsa kita sendiri. Kedatangan saya di Medan sudah dimuat dalam surat kabar Melayu dan Belanda. Sudah banyak para Tengku, para pangeran yang datang perlu menemui ki klungsu. Ada yang dengan perjalanan 400 kilometer. T. Sultan Kuwalo, T. Sultan Serdang, T. Sultan Asahan, T. Sultan Deli, bersama permaisuri dan putra-putranya datang perlu menemui saya dan minta air dan mengundang saya. Para pembesar dari lain negri banyak yang datang. Oleh karena saya hanya seorang biasa saja yang berpangkat mandor, saya sampai merasa malu, dihormati oleh 5 orang Sultan beserta pembesar-pembesarnya begitu banyak. Saya malu, karena tidak berniat atau bersengaja mencari kehormatan. Disitulah letak goda percobaan. Akan tetapi saya tidak boleh meninggalkan “patokan waton” saya sendiri, atau lupa pada maksud dan tujuan hidup, yaitu :

mengabdi pada abdi Tuhan, dan melindungi keselamatan hidup, tanpa pamrih, tanpa takut, tegak mantap dengan menyerah”. Tanpa aji, tanpa ilmu, saya tidak takut, sebab payung saya Gusti saya, perisai saya juga Gusti saya.

Jika, al-hamdu-lilalhi, ada pulung kehormatan jatuh pada badan saya, para saudara saya persilahkan berfikir demikian. Semoga pulung kehormatan tadi jangan sampai dipandang jatuh pada diri saya, akan tetapi hendaknya dipandang dan diartikan jatuh pada bangsa kita. Saya sekedar menjalankan saja. Jika ada kemurahan, ada bukti, semoga jatuhlah, menjadi milik bangssa saya.

Jika ada kehormatan, bangsa kita yang mempunyai hak, jika ada keluhuran, juga bangsa kitalah yang menjadi pandangan bangsa lain. Saya hanya sekedar menjadi hamba, sekedar melaksanakan. Inilah arti, maksud dan tujuan saya: Hormat dan cinta pada bangsa lain, tapi hormat dan cinta juga pada bangsanya sendiri. Boten kenging nyudo reginipun saliro, utawi nyudo reginipun bangsanipun. Kulo sowan dateng poro Sultan inggih ajeg nganggo rasukan takwo lurik, mawi sinjang tenunan, mboten isin ngluhuraken pusoko lan wasiyat warisan Jawi. Malah puniko mewahi pengaos. K. Ratu putri Langkat ngantos karso ngyasakaken dateng kulo minongko tondo pangenget-enget. Didamelaken piyambak. Sampun mundut contonipun takwo kulo. Semanten jayanipun rasukan takwo. Milo tiyang gesang puniko boten kenging ngino pusoko wasiyatipun piyambak.

[Dalam bergaul dengan bangsa lain kita tidak boleh rendah diri atau merendahkan bangsanya melalui tingkah laku dan perbuatan kita, apalagi menjual bangsanya bahkan negaranya seperti dilakukan Soeharto dan penerusnya.]

13 Mei. Pagi ini orang datang hingga ratusan. Karena banyaknya sampai saya setop. Yang menolong menerima tamu, adalah pelayan T. Sultan, adiknya beserta para Tengku.

T. Sultan tampaknya kecewa, saya akan kembali pada tanggal 14 Mei. Maka saya minta izin kepada para saudara Monosuko bolehlah kiranya mengundurkan keberangkatan saya sampai tanggal 20. Para T. Sultan dan para Tengku, kecuali orang-orang yang minta pertolongan, menahan saya. Saya harus tunduk karena ada maksud yang utama, yaituL menabur biji persaudaraan dan biji keutamaan Kejawen di maca negara.
Tak lain saya hanya mohon tambahan restu dari para saudara. Semoga saudara-saudara dianugrahi keselamatan kesenangan yang abadi.

             Saya
MANDOR KLUNGSU

Telegram sudah diterima : Terima kasih.
In sya'Allah Kamis pagi, tanggal 21 
jam setengah 9, saya datang di Andir

IKHLAS, NRIMA, PASRAH

1 komentar:

  1. wa 'alaikumussalam Pak Sosro Kartono yg telah mengangkat keluhuran bangsa Jawa dng kerendahan hati dan cinta sehingga membuahkan cinta-kasih dari kawan2 lain bangsa (waktu itu blm ada Indonesia).

    BalasHapus

Ngening