Senin, 01 Februari 2010

SABDA TAMA


Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.

Diharap semuanya maklum bahwa dijaman Kala Bendu sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan. Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.

Sebaiknya senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik. Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga. Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka, melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.

Hal ini memang lain dengan yang ngaji mumpung. Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai, selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.

Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh. Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya. Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya. Akhirnya hanyalah kerepotan saja.

Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang.Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.

Ki Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan kekurangannya.
Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir, barangkali terdapat kesalahan/kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.

Menurut pendapat para ahli, wawasan mereka keadaan selalu berubah-ubah. Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.

Azabnya jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi nafsu angkara murka. Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik. Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.

Sementara itu keadaan sudah semakin tidak karu-karuwan, penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.

Segala dosa dan cara hancur lebur, seolah-olah hati dikuasai ketakutan. Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat makan.

Gunung-gunung digempur, yang besar-besar dihancurkan meskipun demikian tidak ada yang berani melawan. Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular) berbisa. Bisa racun ular itu bagaikan air panas.

Tetapi harap diketahui bahwa lengkungan pelangi yang berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air. Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.

Agar diingat-ingat. Kelak bila sudah menginjak tahun windu kuning (Kencana) akan ada wewe putih (setan putih), yang bersenjatakan tebu hitam akan menghancurkan wedhon (pocongan setan). (Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).

Agaknya sudah sampai waktunya, karena kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.

Kehendak hati pada waktu tersebut hanya didasarkan kepada ketentraman sampai ke anak cucu. Negara-negara lain rukun sentosa dan dihormati dimanapun.

Segala luka-luka (penderitaan) sudah hilang. Perasaan prihatin berobah menjadi gembira ria.

Orang yang sedang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil) yang berisi emas kencana sebesar bokor.

Semua itu hanya ditumpuk saja, tidak ada yang berbuat curang maupun yang mengambil. Hewan piraan diikat diluar tanpa ditunggu namun tidak ada yang dicuri.

Yang tadinya berbuat angkara sekarang ikut pula berbuat yang baik-baik. Perasaannya terbawa oleh kebaikan budi. Yang baik dapat menghancurkan yang jelek.

Banyak yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kurang baik. Mengikuti peraturan-peraturan pemerintah. Semuanya rajin mengerjakan tugasnya masing-masing. Yang dibawah maupun yang diatas hatinya sama saja. Tidak ada yang saling mencela.

Keadaan seperti itu terjadi diseluruh negeri. Banyak sekali orang-orang ahli dalam bidang surat menyurat. Kembali seperti dijaman dahulu kala. Semuanya berhati baja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ngening